Audit, masih selalu dikorelasikan dengan proses pemeriksaan, proses evaluasi, proses meninjau kembali, dan sejenisnya. Dan berhubungan dengan tata kelola keuangan. Prosesnya masih dirasa beraura horror, sehingga sering dihindari oleh pimpinan sebuah organisasi yang menjadi obyek audit. Tidak terkecuali di dunia pengelolaan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS). Termasuk Baznas di dalamnya.
Pimpinan Baznas di setiap jenjangnya, yang umumnya diisi oleh kaum ustad, kiai, dan kaum dengan sebutan lain yang dikonotasikan sebagai kaum berilmu agama tinggi, kadang justru merasa tidak nyaman saat Lembaga yang dipimpinnya akan dilakukan audit. Proteksi yang kadang berlebihan karena merasa telah memiliki ilmu dasar perzakatan yang mumpuni, lebih dari yang dimiliki oleh auditor. Dalam kondisi tersebut, auditor ditempatkan tidak lebih dari seorang santri yang baru belajar ilmu zakat.
Dalam dunia organisasi modern, sudah mulai banyak para pimpinan Lembaga pengumpul ZIS yang justru menempatkan proses audit sebagai prioritas utama dalam pengelolaan organisasi. Dengan berbagai macam terobosan dan metode audit yang dijalankan. Baik dengan nama audit internal, satuan pengawas, dan lain sebagainya. Keberadaan auditor di lembaga tersebut justru ditempatkan sebagai wajah, untuk menarik kepercayaan publik bahwa dana yang dipercayakan masyarakat kepada lembaga tersebut, di awasi pengelolaanya oleh auditor. Audit, ditempatkan sebagai salah satu cara membranding organisasi.
Izinkan saya bercerita tentang Baznas Boyolali.
Komitmen pimpinan Baznas Boyolali untuk menempatkan posisi audit dalam proses pengelolaanya patut diacungi jempol.
Pertama. Mulai dari penguatan kelembagaan satuan auditor internal (SAI). SAI diberi ruang yang begitu luas untuk melakukan banyak hal tidak hanya yang berkaitan dengan proses audit, tapi juga dalam hal operasional manajemen. SAI ditempatkan sebagai mitra kerja yang saling mendukung.
Kedua. Komitmen penyerahan laporan keuangan tahunan kepada Kantor Akuntan Publik tepat pada hari pertama kerja di awal tahun. Hal tersebut untuk menunjukkan bahwa proses administrasi dan auditnya dilakukan realtime, sehingga di akhir tahun anggaran tidak perlu ada polesan polesan laporan lagi.
Ketiga. Sentuhan teknologi informasi dalam rangka mengedukasi masyarakat untuk dapat turut serta mengawasi pengelolaan dana ZIS. Melalui catatan harian masboy, masyarakat diajak dapat memantau posisi pengelolaan secara realtime, serta tracking pengajuan dan setoran. Pengelolaan yang dimaksud semacam executive summary yang memuat besaran pengumpulan, pendistribusian, dan saldo hari demi hari, menit demi menit. Banyak hal yang bisa dikulik dari informasi yang tersaji tersebut. Dapat dikatakan, satu juta penduduk Boyolali adalah internal auditor bagi Baznas Boyolali.
Singkat kata, tidak banyak pimpinan yang memiliki komitmen sekuat pimpinan Baznas Boyolali. Disatu sisi posisi mereka dikenal sebagai pemuka agama yang tidak diragukan lagi kompetensi ilmu agamanya. Di sisi lain, mereka tidak ragu menelanjangi diri sendiri dalam rangka menjaga kepercayaan publik terhadap proses manajerial yang sedang mereka pimpin. / bang-jo
kenalan dong mas